Equity World Futures: Indonesia secara tak
terduga mencatat defisit perdagangan yang besar pada bulan April karena
kontroversi larangan pada
ekspor bijih mineral yang membebani ekonomi
terbesar di Asia Tenggara ini.
Lonjakan impor terjadi di Negara yang penduduknya
mayoritas Muslim ini menjelang bulan suci Ramadhan, ketika orang-orang
cenderung menghabiskan uang lebih banyak di hari perayaan keagamaan,
juga memberikan kontribusi terhadap deficit senilai $ 1.96 milyar.
Ini adalah penurunan terbesar sejak Juli tahun lalu
dan dibandingkan dengan surplus $ 673.2 milyar pada bulan Maret, kata
kantor statistik yang bertempat di Jakarta. Para ekonom telah
memperkirakan bahwa data bulan lalu seharusnya surplus lebih dari $ 200
juta.
"Ekspor turun karena kebijakan mineral yang
controversial membuat pengiriman bijih mineral mencapai hampir nol,"
kata kepala badan statistik Suryamin.
Dia menambahkan bahwa harga minyak sawit yang lebih
rendah juga telah melanda Indonesia, produsen komoditas utama di dunia,
dan ini juga member berkontribusi terhadap angka perdagangan yang
mengecewakan tersebut.
Indonesia memberlakukan larangan ekspor bijih
mineral yang belum diproses - termasuk bauksit, nikel dan tembaga - pada
tanggal 12 Januari lalu, serta pajak yang lebih tinggi pada beberapa
komoditas yang masih bisa dikirimkan.
Langkah ini merupakan salah satu dari serangkaian
kebijakan industri yang dimunculkan oleh politisi nasionalis yang
berpendapat bahwa perusahaan asing telah menuai banyak sekali keuntungan
dari pemanfaatan sumber daya dan peluang bisnis dalam perekonomian yang
terus berkembang pesat.
"Defisit yang hampir $ 2 milyar tersebut praktis
menghapuskan surplus dalam dua bulan terakhir," kata ekonom Bank Central
Asia, David Sumual kepada AFP yang memberikan menggambaran bahwa ini
sudah "sangat mengkhawatirkan".
Angka-angka perdagangan akan menambah kekhawatiran
tentang defisit transaksi berjalan, menjadi perhatian utama para
investor di musim panas lalu ketika mereka menarik dananya dari
Indonesia sehingga memberikan mendorong penurunan berat pada pasar saham
dan nilai tukar rupiah.
Dari sisi positif terhadap inflasi yang melonjak
tahun lalu setelah kenaikan harga BBM, mulai stabil pada bulan Mei di
7,32 persen per tahun.
Dan indeks pembelian manajer yang dirilis HSBC -
sebuah ukuran kegiatan manufaktur Negara ini - naik menjadi 52,4 dari
51,1 pada bulan April. Angka di atas 50 menunjukkan pertumbuhan,
sementara di bawah angka tersebut menunjukan kontraksi pertumbuhan.
(brc)
Sumber : AFP
0 komentar:
Posting Komentar