Senin, Juni 02, 2014

Indonesia bukukan defisit perdagangan yang besar karena larangan ekspor bijih mineral

ekspor bijih mineralEquity World Futures: Indonesia secara tak terduga mencatat defisit perdagangan yang besar pada bulan April karena kontroversi larangan pada
ekspor bijih mineral yang membebani ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini.

Lonjakan impor terjadi di Negara yang penduduknya mayoritas Muslim ini menjelang bulan suci Ramadhan, ketika orang-orang cenderung menghabiskan uang lebih banyak di hari perayaan keagamaan, juga memberikan kontribusi terhadap deficit senilai $ 1.96 milyar.

Ini adalah penurunan terbesar sejak Juli tahun lalu dan dibandingkan dengan surplus $ 673.2 milyar pada bulan Maret, kata kantor statistik yang bertempat di Jakarta. Para ekonom telah memperkirakan bahwa data bulan lalu seharusnya surplus lebih dari $ 200 juta.

"Ekspor turun karena kebijakan mineral yang controversial membuat pengiriman bijih mineral mencapai hampir nol," kata kepala badan statistik Suryamin.

Dia menambahkan bahwa harga minyak sawit yang lebih rendah juga telah melanda Indonesia, produsen komoditas utama di dunia, dan ini juga member berkontribusi terhadap angka perdagangan yang mengecewakan tersebut.

Indonesia memberlakukan larangan ekspor bijih mineral yang belum diproses - termasuk bauksit, nikel dan tembaga - pada tanggal 12 Januari lalu, serta pajak yang lebih tinggi pada beberapa komoditas yang masih bisa dikirimkan.

Langkah ini merupakan salah satu dari serangkaian kebijakan industri yang dimunculkan oleh politisi nasionalis yang berpendapat bahwa perusahaan asing telah menuai banyak sekali keuntungan dari pemanfaatan sumber daya dan peluang bisnis dalam perekonomian yang terus berkembang pesat.

"Defisit yang hampir $ 2 milyar tersebut praktis menghapuskan surplus dalam dua bulan terakhir," kata ekonom Bank Central Asia, David Sumual kepada AFP yang memberikan menggambaran bahwa ini sudah "sangat mengkhawatirkan".

Angka-angka perdagangan akan menambah kekhawatiran tentang defisit transaksi berjalan, menjadi perhatian utama para investor di musim panas lalu ketika mereka menarik dananya dari Indonesia sehingga memberikan mendorong penurunan berat pada pasar saham dan nilai tukar rupiah.

Dari sisi positif terhadap inflasi yang melonjak tahun lalu setelah kenaikan harga BBM, mulai stabil pada bulan Mei di 7,32 persen per tahun.

Dan indeks pembelian manajer yang dirilis HSBC - sebuah ukuran kegiatan manufaktur Negara ini - naik menjadi 52,4 dari 51,1 pada bulan April. Angka di atas 50 menunjukkan pertumbuhan, sementara di bawah angka tersebut menunjukan kontraksi pertumbuhan. (brc)

Sumber : AFP

Updated at : Senin, Juni 02, 2014

0 komentar:

Posting Komentar