Pajak membebani minat belanja dan investasi
Equityworld cyber2 - Langkah pemerintah mati-matian mengejar penerimaan
pajak berpeluang memberi efek negatif bagi perekonomian Indonesia. Walau
di satu sisi ada potensi penerimaan pajak yang lebih besar, di sisi
lain langkah pengetatan pajak akan membuat minat masyarakat berbelanja
makin hilang.
Kekhawatiran salah satunya dipicu oleh penerbitan
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36/2017 tentang Pengenaan Pajak
Penghasilan atas Penghasilan Tertentu Berupa Harta Bersih yang
Diperlakukan atau Dianggap sebagai Penghasilan. Senjata baru kantor
pajak menggenjot setoran tahun ini, selain akan menghilangkan minat
berbelanja juga dikhawatirkan akan menekan usaha pemerintah mendongkrak
investasi.
Ekonom The Institute for Development of Economics and
Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara menjelaskan, aturan ini
akan menganggu ekonomi karena membuat masyarakat menahan belanja. Sebab
semakin banyak belanja harta, pelaporan SPT harus lebih tertib. Kalangan
korporasi pun bakal lebih memilih menahan ekspansi. "Orang akan
berpikir lebih baik tahan belanja. Cuma melaporkan saldo rekening saja,"
katanya kepada KONTAN, Sabtu (23/9)
Efek negatif lainnya adalah semakin besar
tax avoidance. Menurut Bhima, sejauh ini besaran
underground economy
diprediksi mencapai 8,33% dari total PDB. Sementara pendapatan pajak
yang hilang setara 1% dari total PDB Indonesia di tahun 2013.
Jika
kantor pajak semakin agresif, transaksi di bawah tangan atau yang tidak
dilaporkan ke pajak bisa semakin semarak. "Membeli rumah misalnya tanpa
ke notaris. Asal saling percaya transaksi bisa berlanjut," terang
Bhima.
Oleh karena itu, menurut Bhima, pemerintah lebih baik
memutar otak untuk mendorong penerimaan pajak dengan mengaudit laporan
keuangan perusahaan asing yang diduga memanipulasi laporan keuangan,
sehingga pemasukan PPh badan ke negara lebih besar. Ditjen Pajak juga
sebaiknya memacu ekstensifikasi atau perluasan objek kena cukai seperti
kantong plastik dan minuman berpemanis.
Ketua Bidang Perpajakan
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Prijo Handojo pun khawatir aturan
baru ini akan kontraproduktif bagi ekonomi. Sebab, potensi dispute di
level petugas lapangan sangat besar. Alhasil, "Jika beban pajak naik,
orang lebih suka melobi petugas di lapangan," tandasnya.
Direktur
Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus
Prastowo menilai, PP 36/2017 rawan dispute sehingga harus diatur lebih
lanjut. "Sebaiknya ada pedoman agar perlakuan di lapangan seragam," kata
Yustinus, Jumat (22/9).
Menurut Yustinus, apabila nantinya ada
dispute soal nilai, wajib pajak tidak perlu khawatir karena akan ada
forumnya, yaitu mengajukan keberatan atau banding setelah ada
pemeriksaan pajak atau mengajukan nilai berdasarkan hitungan Kantor Jasa
Penilai Publik (KJPP).
Ada aturan teknis
Walau
dinilai banyak sisi negatif, Ditjen Pajak tetap bergeming. Ditjen Pajak
menegaskan PP 36/2017 demi keadilan bagi wajib pajak yang jujur dan
mengikuti
tax amnesty. Untuk mencegah pertentangan, Direktur
Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal ( Ditjen) Pajak
Hestu Yoga Saksama menyatakan, Dirjen Pajak akan merilis Surat Edaran
(SE) sebagai pedoman bagi petugas pajak/pemeriksa.
Hal ini
terkait dengan pasal 5 ayat (2) dalam PP tersebut, yakni penilaian oleh
DJP sesuai dengan kondisi dan keadaan harta selain kas dan setara kas.
"Misalnya menilai emas, saham, asuransi, properti, kendaraan bermotor,
dan lain-lain, dasar penilaiannya seperti apa. Dasar penilaian akan
dibuat secara fair dan profesional, sehingga dapat menghilangkan
kekhawatiran dispute," kata Hestu ke KONTAN, Minggu (24/9).
Dalam
penerapan PP 36 tahun 2017, Hestu menegaskan, nilai yang akan dipakai
bukan nilai perolehan, melainkan nilai pada akhir tahun terakhir.
Artinya, posisi aset per 31 Desember 2015 yang konsisten dengan UU
amnesti pajak, sehingga bukan posisi atau kondisi asset saat ini.
"Dasarnya adalah nilai jual objek pajak (NJOP) untuk tanah dan bangunan
dan nilai jual kena pajak (NJKP) untuk kendaraan," terangnya.
Direktur
Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Ditjen Pajak Yon Arsal menilai,
terkait tata cara PP ini, pihaknya akan mengatur lewat Perdirjen. Aturan
teknis itu diperkirakan keluar pekan ini.
Edited:
Equityworld futures cyber2