Sumber berita: www.plasadana.com

Keinginan tersebut tidak terlepas dari keinginan Parlemen dalam meningkatkan daya saing bisnis para pelaku usaha domestik menjelang pelaksanaan pasar bebas Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) di 2015. "Selama ini pembiayaan dari perbankan lebih berpihak kepada usaha-usaha kelas atas bermodal besar," kata Sadar di Jakarta, Minggu (6/7).
Meski pelaksanaan pasar bebas Asean sudah di depan mata, namun kata Sadar, pemerintah dan OJK masih cukup memiliki waktu untuk meningkatkan daya saing bagi pelaku UKM di dalam negeri. Anggota tim sukses bidang ekonomi dari capres dan cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa ini menyebutkan, tanpa adanya kemampuan berkompetisi bagi UKM nasional, maka dipastikan pada 2015 sektor riil akan dikuasai asing.
Selain OJK, jelas Sadar, upaya peningkatan daya saing juga perlu dilakukan oleh Bursa Efek Indoenesia (BEI) melalui regulasi yang memberikan dispensasi khusus kepada UKM. "Usaha menengah sudah seharusnya dipermudah untuk masuk pasar modal, agar daya saing kita bisa meningkat," ucap Anggota Badan Anggaran DPR ini.
"Sayangnya, selama ini BEI terlalu banyak aturan yang menyulitkan pelaku usaha kelas menengah untuk dapat melantai di pasar modal. Bahkan, seperti regulasi mereka sengaja didesain hanya untuk para pemain besar," papar Sadar.
Dia mengatakan, jika pelaku UKM nasional bisa mencatatkan nama perusahaannya di pasar modal, maka akan terbuka potensi untuk melakukan ekspansi di sejumlah negara ASEAN. "Kita memiliki beragam produk khas yang tidak dimiliki negara lain. Produk-produk ini yang seharusnya bisa didorong untuk ekspansi," ucapnya.
Sadar mengungkapkan, dengan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang mencapai 7,5 persen atau tertinggi di kawasan Asia Tenggara, maka akan sulit bagi UKM nasional untuk mengembangkan bisnis mereka. "Pasar modal bisa menjadi solusi untuk membiayai usaha menengah itu, sehingga peningkatan daya saing bisa tercipta," jelas Sadar.
Menurut Sadar, kategori UKM yang diharapkan bisa listing di BEI adalah perusahaan bermodal minimal Rp500 juta dengan omzet per tahun sedikitnya mencapai Rp100 miliar.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, sejauh ini memang ada kekhawatiran bahwa asing akan menguasai saham perusahaan kecil dan menengah yang tercatat di pasar modal. "Penilaian ini harus dikesampingkan terlebih dahulu. Memang banyak orang takut kalau asing akan memborong saham perusahaan pemilik produk khas Indonesia," tuturnya.
Namun demikian, jelas Sadar, sepanjang perusahaan kategori UKM tersebut mampu menyerap banyak tenaga kerja dan membayar pajak, maka penguasaan asing terhadap saham perusahaan itu tidak menjadi permasalahan yang mengganggu ekonomi nasional. "Yang penting masih tetap berbendara Indonesia. Jika sudah kuat, selanjutnya mereka bisa ekspansi di kawasan Asean," imbuh Sadar.
0 komentar:
Posting Komentar